
JOGJA, tiras.co – Langkah Pemerintah Indonesia untuk berperan aktif dalam upaya penyelesaian konflik di Rakhine yang menimpa etnis Rohingya menjadi hal yang harus diapresiasi. Tindakan nyata berupa diplomasi multi-track yang dibangun pemerintah dan kekuatan masyarakat sipil harus didukung secara kuat.
Peneliti Institute of International Studies (IIS) UGM, Annisa Gita Srikandini mengungkapkan hal itu menanggapi kasus etnis Rohingnya di Myanmar.
Menurutnya ada beberapa upayauntuk memperkuat langkah yang diambil Indonesia antara lain mengoptimalkan mekanisme bilateral maupun multilateral untuk menekan Pemerintah Myanmar.
Di sisi lain ditegaskan lagi upaya yang sudah dijalankan Menteri Luar Negeri Indonesia dengan mengintensifkan komunikasi dengan pemerintah dan militer Myanmar harus didukung dengan mekanisme lain untuk mendukung pendekatan bilateral.
”Hal ini bisa dilakukan secara konsisten membawa isu ke ASEAN hingga PBB untuk mengeksplorasi kemungkinan pemberian sanksi jika dalam perjalanannya Myanmar tidak menunjukkan komitmen untuk menghentikan kekerasan,” kat Gita yang pernah melakukan penelitian di Myanmar terkait persoalan di Rakhine.
Ia memaparkan salah satu kunci keberhasilan diplomasi kemanusiaan terletak pada upaya maksimal melakukan mobilisasi sumber daya dalam aksi kemanusiaan. Aksi kemanusiaan yang menuntut proses yang cepat harus dilakukan dalam manajemen koordinasi yang baik dan sistematis. Penting bagi para aktor kemanusiaan negara maupun non negara untuk bekerja secara kolektif guna memaksimalkan pulling resources dan distribusi sumber daya.
Akar Konflik
Berdasarkan sejumlah sumber, ia menyampaikan krisis yang terjadi di Rakhine memiliki akar konflik identitas yang kuat. Sebagai sebuah negara, Myanmar termasuk majemuk. Akademisi John Furnivall mendeskripsikan Myanmar sebagai negara dengan pluralitas tinggi dengan karakteristik pemisahan dan segmentasi yang jelas secara agama, etnis, ideologi dan wilayah.
Delapan etnis yang diakui oleh Pemerintah Myanmar yakni Kachin, Kayah, Kayin (Karen), Chin, Bamar, Mon, Rakhine, Shan tersegregasi secara teritori. Kemajemukan etnis yang dimiliki Myanmar kemudian muncul sebagai sebuah konflik laten yang secara langsung timbul akibat lemahnya pemerintah dalam mengelola pluralitas.
”Krisis di Rakhine sangat kuat mengakar dalam kehidupan bermasyarakat di negara tersebut. Solusi jangka panjang dengan mengedepankan proses bina damai melalui upaya pengakuan secara politik, memenuhi hak-hak dasar hingga melakukan dialog dalam rangka membangun kepercayaan menjadi sangat penting,” ujar Anissa. yudhistira